Berkenalan dengan 5G - Nara Killjoy

Nara Killjoy

Make Some Noises.

Rabu, 13 Mei 2020

Berkenalan dengan 5G

sumber: https://nusadaily.com/

Sebagian besar dari kita pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah 5G. Sebagai generasi baru dalam dunia seluler, 5G tidak luput dari berbagai macam gosip yang mengiringi kemunculannya. Banyak orang memuji 5G dengan kecepatan akses yang dijanjikannya. Tak sedikit pula yang mengecam 5G atas bahaya yang (katanya) mengancam keselamatan umat manusia. Benarkah demikian?


Apa itu 5G?

Sesuai namanya, 5G merupakan generasi ke-5 dari jaringan seluler, yang akan menggantikan pendahulunya, 4G. 5G menjanjikan banyak keunggulan, sebut saja peningkatan kecepatan, penurunan latensi, dan konsumsi daya yang lebih cerdas. Jika ditanya, siapakah penemu 5G? Tidak ada satu perusahaan maupun perorangan yang spesifik dikatakan sebagai pemilik 5G. Namun, terdapat banyak pihak yang terlibat dalam mewujudkan hadirnya 5G dalam kehidupan kita. Sebut saja perusahaan kenamaan seperti Huawei, ZTE, Qualcomm, dan masih banyak lagi.

sumber: https://venturebeat.com/
Penampakan uji kecepatan jaringan 5G

Sebelum mengenal 5G lebih jauh, ada baiknya kita berkenalan juga dengan para pendahulunya. Generasi pertama jaringan seluler – 1G, muncul pada sekitar tahun 1980an. Saat itu, jaringan seluler hanya sebatas untuk mentransmisikan gelombang suara analog. Sepuluh tahun berjalan, sekitar tahun 1990an, generasi kedua – 2G mulai dikenalkan. Dalam 2G, suara tidak lagi disampaikan secara analog melainkan secara digital. Kalian generasi 90an tentunya tidak asing dengan istilah CDMA dan GSM, yang merupakan bagian dari penerapan teknologi 2G.


Masuk ke tahun milenium, awal tahun 2000an generasi ketiga – 3G dikembangkan. Kemunculannya ditandai dengan maraknya iklan komunikasi telepon seluler yang tidak lagi hanya semata mengandalkan audio, melainkan juga secara visual – dengan video call. EVDO, HSPA, dan UMTS merupakan teknologi di balik kejayaan 3G. Teknologi 3G menjanjikan kecepatan mulai dari 200kbps hingga puluhan mbps. Barulah di awal tahun 2010an, 4G mulai dikenalkan. Adalah WiMAX dan LTE yang bersaing untuk ditetapkan sebagai standar baru 4G. Walaupun demikian, WiMAX tidak berumur panjang akibat kalah saing dalam berbagai sektor jika dibandingkan dengan LTE.


Jenis-jenis 5G

Fleksibilitas 5G memberikan operator seluler keleluasaan dalam penggunaan gelombang radio dibanding dengan teknologi sebelumnya. 5G dapat berjalan pada frekuensi apa pun, baik low, middle, maupun high. Sebelum tersesat lebih jauh, ada baiknya kita mengulang sedikit pelajaran Fisika saat SMP mengenai gelombang.


Frekuensi adalah ukuran jumlah putaran ulang per peristiwa dalam satuan detik dengan satuan Hz. Tinggi rendahnya frekuensi berpengaruh terhadap panjang pendeknya gelombang. Frekuensi yang tinggi memiliki panjang gelombang yang lebih pendek. Akibatnya, gelombang dengan frekuensi tinggi lebih akan sulit dalam menembus objek.


Contoh sederhana saat ada konser musik di sekitar rumah kita. Di dalam ruangan, kita tidak akan mendengar secara jelas musik tersebut. Umumnya yang akan terdengar sampai telinga kita di dalam ruangan adalah suara dentuman bass yang memiliki frekuensi rendah (100Hz s/d 300Hz). Suara treble tidak akan terlalu terdengar karena memiliki frekuensi lebih tinggi dari suara bass (3KHz s/d 10KHz). Akibatnya, suara treble kesulitan menembus objek di sekitarnya seperti dinding, kaca, dan lainnya.

sumber: T-Mobile
Ilustrasi tiga jenis gelombang 5G

Low-band 5G

Beroperasi pada frekuensi di bawah 2GHz. Federal Communications Commission (FCC) mengatakan bahwa yang termasuk frekuensi low-band adalah gelombang 600MHz, 800MHz, dan 900MHz. Gelombang ini sudah lama ada dan digunakan dalam keperluan seluler dan siaran TV. Ciri khas dari low-band adalah jangkauannya yang luas. Sinyal low-band lebih sulit untuk terinterferensi dengan benda-benda yang ada di sekitar kita, seperti pohon, dinding, hingga kondisi atmosfer. Kekurangan dari frekuensi ini adalah tidak terdapat cukup lebar channel yang tersedia, di mana sebagian juga sudah digunakan oleh 4G. Low-band 5G berkisar pada lebar channel antara 5MHz hingga 20MHz. Kecilnya channel sebanding dengan kecepatan yang ditawarkan. Pada intinya, low-band 5G tidak lebih baik dari 4G – jika tidak sama saja.


Mid-band 5G

Beroperasi pada rentang 2GHz hingga 6GHz, disebut juga sebagai sub-6 5G. Mid-band 5G meliputi frekuensi 2.5GHz, 3.5GHz, dan 3.7-4.2GHz. Rentang frekuensi ini jamak digunakan untuk jaringan seluler dan Wi-Fi. Dengan rentang frekuensi yang lebih panjang, operator dapat mengalokasikan spektrum transmisi yang lebih besar, yaitu hingga sekitar 100MHz per channel. Dengan channel yang lebih lebar, kecepatan yang ditawarkan oleh mid-band 5G pun lebih tinggi jika dibandingkan dengan low-band 5G. Dengan spektrum 100MHz, kecepatan yang ditawarkan oleh mid-band 5G dapat mencapai 100mbps. Hanya saja, jangkauan dari mid-band 5G tidak akan seluas yang ditawarkan oleh low-band 5G.


High-band 5G

Disebut juga sebagai milimeter-wave (mm-wave), high-band 5G merupakan hal baru dalam dunia seluler. High-band 5G beroperasi pada rentang 24GHz hingga 50GHz. Dengan banyaknya spektrum yang tersedia, high-band 5G dapat memiliki lebar pita hingga 800MHz. Efeknya, tentu saja kecepatan yang dihasilkan menjadi lebih tinggi, bahkan sangat tinggi. Hanya saja, seperti yang sudah dijelaskan di awal, frekuensi gelombang yang tinggi memiliki konsekuensi panjang gelombang yang semakin pendek. Akibatnya, high-band 5G rentan terhadap objek di sekitar seperti dinding, pepohonan, hingga kondisi cuaca.

sumber: istimewa
Perbandingan jaringan 5G

Manfaat 5G

Internet super cepat dapat dikatakan sebagai jualan utama dari setiap operator seluler dalam memasarkan produk 5G mereka. Dengan kecepatan 1 sampai 3gbps, kita dapat mengunduh satu episode serial Netflix kurang dari 3 detik. Kecepatan super 5G akan membuat bisnis layanan cloud semakin seksi. Latensi yang super minim merupakan hal lain, yang dapat mengubah dunia kita ke depannya. Ambil contoh dalam dunia kesehatan, 5G dapat digunakan untuk melakukan operasi secara remote. Di dunia pendidikan, 5G dapat digunakan untuk membuat pembelajaran menggunakan augmented reality menjadi lebih lancar. Teknologi 5G juga digadang-gadang dapat mewujudkan impian terciptanya smart city di mana setiap rumah dapat berkomunikasi tanpa batas dan mobil-mobil dapat beroperasi secara otomatis.

sumber: Vodafone
Proses remote surgery memanfaatkan low latency 5G

Kelemahan 5G

Dibalik banyaknya hal positif yang ditawarkan, 5G tetaplah tidaklah sempurna. Yang paling mendasar adalah mengenai janji kecepatan yang ditawarkannya. 5G memang super cepat, dengan syarat: pertama, kita dekat dengan cell tower 5G; kedua, kita berada di luar ruangan. Kecepatan maha dahsyat 5G tidak akan berdampak signifikan jika kita berada di dalam ruangan. Kecuali, jika kita memasang cell tower di setiap ruangan rumah. Kecepatan yang ditawarkan 5G pun terkesan jomplang. Kecepatan unduh dapat mencapai 1gbps, sedangkan untuk unggah sendiri tidak pernah ada yang sampai di atas 100mbps.


Dari segi biaya, 5G itu mahal. Masih ingat dengan teori gelombang yang sudah dijelaskan di awal? Intinya, untuk dapat mencapai kecepatan 5G “yang sesungguhnya”, operator seluler perlu banyak berinvestasi untuk menyebarkan banyak mm-wave cell towers. Di Amerika, cell tower 5G disebar di sudut-sudut jalanan. Mulai dari gedung tinggi, hingga ditempel di tiap-tiap tiang listrik. Selain itu, handset yang sudah mendukung teknologi 5G saat ini dijual dengan harga yang masih sangat mahal, berkisar di atas 12 juta rupiah. Sebut saja Samsung Galaxy S20 series, OnePlus 8 series, dan Huawei P40 series.

sumber: https://www.businessinsider.sg/
Milimeter-wave 5G cell dipasang di tiang listrik

Banyaknya cell tower 5G yang perlu dipasang membawa masalah lain. Kita tahu bahwa kecepatan maksimum 5G baru dapat dirasakan jika kita terhubung ke gelombang high-band atau mm-wave. Kalian tahu perangkat apa yang juga menggunakan gelombang mm-wave untuk beroperasi? Microwave. Muncul banyak kabar burung yang menyatakan bahwa dengan dipasangnya ratusan cell tower 5G sama saja dengan memasang microwave raksasa yang dapat memanggang manusia. Nyatanya, jaringan 4G, Wi-Fi, dan Bluetooth juga menggunakan gelombang ini. Ahli menyatakan bahwa gelombang mm-wave tidak berbahaya bagi tubuh selama frekuensinya belum mencapai frekuensi seperti yang ada pada mesin x-ray dan gamma-ray.


5G di Indonesia

Bagaimana dengan penerapan 5G di Indonesia? Jauh. Masih sangat jauh. Pemerintah bersama para operator seluler di Indonesia baiknya fokus dulu dalam pemerataan jaringan 4G. Masih ingat berita tentang anak-anak yang kesulitan belajar selama masa physical distancing akibat keterbatasan sinyal? Jangankan di pedalaman, di beberapa area di Jakarta pun sinyal 4G-nya masih satu atau dua bar saja. Di samping menyiapkan investasi 5G, pemerintah juga terlebih dahulu perlu mengatur mengenai spektrum penggunaan gelombang.


Kalau dari kaca mata saya pribadi, low-band dan mid-band 5G akan menjadi primadona di tanah air. ­High-band 5G sendiri tampaknya hanya akan hadir di sudut-sudut tertentu di kota-kota besar di Indonesia. Walaupun begitu, lebih baik 5G daripada tidak sama sekali, bukan? Oh iya. Kalian juga tidak perlu terburu-buru untuk membeli handset 5G, ya. By the time jaringan 5G siap dikomersialkan, bisa jadi handset 5G kesayangan kamu sudah obsolete dan perlu diganti dengan yang baru. Untuk apa membeli sesuatu dengan harga mahal padahal tidak dapat kamu gunakan?

Cheers!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar