Tanggal 17 April 2019 kemarin Indonesia kembali menyelenggarakan perhelatan
akbar pesta demokrasi. Ya, Indonesia kembali menyelenggarakan Pemilihan Umum
(Pemilu) untuk yang keempat kalinya setelah Reformasi. Sejak lengsernya Soeharto
dari tampik kekuasaan, Indonesia mulai menjalankan Pemilu yang benar-benar
terbuka pada tahun 2004, 2009, 2014, dan 2019 ini. Sebelum tahun 2004, pemilihan umum untuk memilih Presiden dan wakilnya
dilakukan oleh mekanisme MPR. Oleh karena itu, Pemilu 2004 dikatakan sebagai
kemajuan bagi demokrasi di Indonesia.
Meskipun demikian, Pemilu kali ini agak sedikit berbeda dengan Pemilu
sebelumnya. Pemilu 2019 merupakan Pemilu pertama yang dilakukan secara serentak
untuk memilih Legislatif dan Eksekutif. Dalam Pemilu sebelumnya, kita terlebih
dahulu memilih para calon legislator untuk menentukan persentase kursi DPR
bagi tiap partai politik (parpol). Persentase kursi ini menjadi Presidential Threshold – ambang batas parpol atau koalisi parpol untuk mengusung
capres dan cawapres. Ketentuannya adalah, parpol atau koalisi parpol baru bisa
mengusung capres dan cawapres apabila memiliki 20 persen kursi di DPR atau 25
persen suara sah nasional. Capres dan cawapres dari masing-masing parpol atau
koalisi parpol kemudian diadu lagi dalam ajang Pemilu Eksekutif yang diselenggarakan
tiga bulan sejak Pemilu Legislatif.
Dengan penyelenggaraan Pemilu Legislatif dan Eksekutif secara serentak, Presidential Threshold disepakati
menggunakan besaran yang berasal dari Pemilu Legislatif 2014. Isu ini sendiri
menimbulkan pro kontra pada saat pembahasan pengesahan UU Pemilu, di mana kala itu empat
fraksi, PAN, Gerindra, Demokrat, dan PKS melakukan aksi walkout. Penolakan terhadap Presidential
Threshold membuat beberapa pihak melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi
(MK). Gugatan mengenai Presidential
Threshold kemudian ditolak. MK menyatakan bahwa ambang batas presiden
bersifat konstitusional.
Hoax dan hate speech masih menjadi momok bagi demokrasi kita |
Pemilu 2019 ini juga dipercaya memiliki tensi yang lebih tinggi dibanding Pemilu-Pemilu sebelumnya. Dengan berkembangnya penggunaan media sosial (medsos) di masyarakat, penyebaran berita palsu (hoax) dan ujaran kebencian (hate speech) juga semakin masif dalam menjatuhkan calon tertentu. Ditambah lagi dengan isu politik identitas yang semakin menguat. Politik identitas sendiri merupakan politik yang menekankan pada perbedaan-perbedaan yang didasarkan pada asumsi fisik tubuh, kepercayaan, dan bahasa yang menjadi ciri atau tanda khas seseorang. Politik Apertheid di Afrika Selatan merupakan salah satu contoh bentuk politik identitas di mana masyarakat dipecah ke dalam dua golongan, yakni mereka yang berkulit hitam dan yang berkulit putih.
Di Indonesia, politik identitas lebih menitikberatkan pada perbedaan agama
dan golongan. Terdapat beberapa parpol yang secara eksplisit menyatakan diri
sebagai partai bagi agama tertentu dan golongan tertentu. Yang paling membuat gerah
adalah digunakannya kembali istilah pribumi dan asing oleh parpol-parpol
tersebut. Padahal pembagian golongan menjadi pribumi, eropa, timur asing, dan tionghoa
merupakan salah satu cara Belanda untuk memecahbelah bangsa ini jauh pada masa
penjajahan dulu. Penggunaan istilah pribumi dan non pribumi sendiri telah dilarang,
ditandai dengan keluarnya Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1998 yang ditandatangani oleh B. J. Habibie.
Kita tentu saja sadar bahwa tidak ada satu pun manusia yang sempurna,
termasuk para pasangan capres dan cawapres. Masing-masing mereka memiliki
kebaikan dan dosa tersendiri. Yang bisa dilakukan adalah memilih calon yang
(bisa dibilang) paling sedikit dosanya. Melepaskan kepemimpinan kepada pihak
yang memainkan isu politik identitas tentu saja berbahaya bagi masa depan kebinekaan
bangsa ini. Mungkin ini juga yang menjadi salah satu faktor penyebab tingginya angka partisipasi
pemilih dalam Pemilu tahun ini. Sebagai informasi, KPU menetapkan target
partisipasi pemilih sebesar 77,5 persen. Penetapan ini sepertinya terlihat
ambisius, melihat partisipasi pemilih dalam Pemilihan Presiden sebelumnya hanya ada di kisaran angka 69,58 persen
dari target yang ditetapkan sebesar 75 persen.
Berbagai promo tersedia untuk kalian yang sudah mencoblos |
Berdasarkan hasil rekapitulasi dari beberapa lembaga survei, partisipasi pemilih dalam Pemilu kali ini menembus angka 80 persen. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Jenderal TNI (Purn.) Wiranto bahkan mengatakan bahwa partisipasi pemilih mencapai 80,90 persen. Selain meningkatnya kesadaran politik masyarakat, program promo dari berbagai macam pusat perbelanjaan, merchant, serta e-commerce yang memberikan diskon dengan syarat menunjukkan jari kelingking bertinta (tanda bahwa masyarakat telah memilih) dipercaya sebagai salah satu faktor katalis tingginya angka partisipasi pemilih kali ini.
Hari pemilihan telah berlalu. Lembaga survei secara kompak telah
menunjukkan siapa pemimpin kita untuk lima tahun ke depan. Walaupun demikian,
hasil resmi dari perhitungan KPU baru akan diumumkan paling lambat 35 hari sejak tanggal pemilihan. Kita tentu
saja berharap, siapa pun yang terpilih pada tanggal 22 Mei 2019 nanti dapat
memegang mandat yang dipercayakan oleh rakyat kepadanya. Kita harus tetap mendukung
program-program pemerintah yang disiapkan demi kemajuan bangsa dan negara ini.
Kritik tentu saja tetap dibutuhkan jika kebijakan-kebijakan tersebut
bersinggungan dengan Pancasila dan kemaslahatan orang banyak. Satu hal yang
tidak boleh dilupakan, kita semua adalah saudara. Jangan sampai perbedaan pilihan
dalam Pemilu kemarin menghambat kita untuk hidup rukun dalam
kekeluargaan. Selamat liburan!
Cheers!
Sure sufficient, Ignition has amassed a 카지노사이트 wealth of pleased poker fans everywhere in the the} world, due to its every day tournaments, buy-ins, and unmatched traffic. Poker fans, for example, can use the app to customise their card design, earlier than personalizing their setup and table. It’s not as complicated as you suppose and it matters greater than you suppose. For MVP you do not need|you do not want|you don't want} a large team, only a few people are sufficient to create a fully functioning prototype. In the case of profitable numbers of your prototype, the further improvement of a full-fledged product will require more team, resources and time, however you will be be} sure that your improvement and your prices will repay. If you have have} more questions about this topic, please contact us and we'll assist you to with the answers.
BalasHapus